Senin, 14 Februari 2011

Kangen dimarahi

Hei, ingin aku berteriak sangat kencang ketika kau juga tak bisa mengerti bahwa aku masih di sini. Aku masih berdiri di tempat yang sama ketika pertama kali kau mencium keningku. Senja waktu itu. Ingatkah.

Sungguh betapa indah hari itu, ketika kau ternyata memiliki rasa yang sama denganku, dan satu kejutan yang luar biasa ketika kau memintaku untuk menjadi kekasihmu. 31 Desember 2010, malam tahun baru saat itu. Aku tak akan pernah bisa begitu saja melupakan segala yang telah menempel di hardisk otakku, di dasar otakku, yaitu dirimu.

Waktu terus berputar tanpa kusadari aku mulai menyayangimu, bukan sekedar mengagumimu saja seperti ketika pertama kali aku mengenalmu.

Hendry Prasetyo. Kusebut namamu berkali-kali ditiap malam sebelum mataku terpejam memeluk pigura berukir tawamu dan tawaku, membaur menjadi satu kehangatan, tanpa kuakui, namun kusadari kini.

Aku memang egois dengan segala tuntutanku akan dirimu, akuilah bahwa sesungguhnya aku memang egois. Egois dengan segala hal yang aku tuahkan padamu. Namun akuilah juga bahwa sifatmu itu membuatku takut, membuatku sakit untuk melangkah mendekatimu. Tanpa kau sadari, kau menggoreskan trauma itu, trauma untukku mendekatimu dan menyentuh bayangmu. Harusnya kau mampu merubah, harusnya bukan sekedar janji saja, harusnya kau bisa mengusahakannya, dan harusnya aku bisa sedikit lebih bersabar denganmu. Namun anganku tak sama dengan nyataku, aku tak mampu untuk menunggumu terlalu lama, menunggumu yang berdiam tanpa adanya perubahan menjadi lebih baik.

Sayang, simpati, kasih, cinta, perhatian, benci, kesal, kecewa, kangen, semua menjadi satu ketika waktu bergulir begitu cepat kulalui denganmu. Lekukan wajah tanda amarah, bibir manyun, dahi berkerut, hingga menjadi tawa yang mengembang lebar, semua mampu kau ubah dengan caramu sendiri, dengan cara yang tak orang lain miliki.

Sayang, kusadari semuanya terlambat. Aku menyadari semuanya ketika aku telah melepasmu. Saat itu, 31 Januari 2010, ketika puncak amarahku berada dititik teratas, aku tak kuasa bertahan lebih lama. Aku mulai lelah menangis walaupun kuakui aku terisak sangat hebat ketika aku meninggalkanmu dengan roti berlilin angka satu sore itu. Mungkin kau tak akan pernah memahami bagaimana rasanya, sakit, perih, dadaku sesak sekali, umpet rasana, lalu pipiku basah. Kau tak boleh tahu, aku menangis karenamu, dan bukan untuk yang pertama kali.

Kini aku harus berterimakasih padamu, kau membuatku lupa tentangnya. Tentang dia yang sangat lama membuatku terpuruk dalam jurang mimpi. Hanya saja aku menunggu waktu yang tepat untuk menceritakannya padamu bahwa kaulah yang mengalihkan sayangku untuknya menjadi kepadamu dengan Cuma-Cuma. Aku takut jika kau menganggapku berlebihan dengan rasaku. Tapi memang begini adanya, rindu ini menjadi sesak manakala kau masih begitu memerhatiakanku terkadang. Aku kangen diatosin, kangen dicuekin, kangen dimarahin, kangen dicemburuin, kangen dipanggil sayong, kangen dipelototin, kangen dimanjain. Over all, aku kangen Hendry ..





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ayoo comment :p
makasi :D